Kamis, November 20, 2025
JAKARTA

Berpotensi Bebani Negara 300T, BPI Danantara Didesak Hentikan Tender PLTSa

Jakarta | Klikinfoku.com

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), berpotensi membebani keuangan negara sebesar Rp. 300 Triliun selama masa konsesi 30 Tahun.

Hitungannya, 1 PLTSa kapasitas 15 MW, dengan besaran subsidi 14 sen US Dollar per Kwh, maka Negara akan memberikan subsidi sebesar Rp 303 Milyar per tahun. Jika PLTSa

terbangun sebanyak 33 unit, selama 30 tahun, total subsidi menjadi Rp 300 Triliun.

Melihat potensi besarnya beban subsidi yang akan ditanggung negara (Rp 300 Triliun), Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Rakyat Bicara Peduli Pembangunan dan Kesehatan Masyarakat (LSM FORBI PPKM), mendesak Chief Excecutif Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani membatalkan pembangunan PLTSa. Karena sangat membebani keuangan Negara kedepan akibatsubsidi.

Juga perusahaan yang lolos seleksi hanya perusahaan luar/asing semua.

Karena perusahaan nasional tidak ada yang lulus seleksi. Dampaknya, perusahaan asing tersebut disinyalir akan membawa para pekerjanya dari Negara asal.

Ketua Umum LSM FORBI PPKM, Mikler Gultom, SH, MH, kepada media menyebutkan pembangunan PLTSa, harus dihentikan oleh BPI Danantara. PLTSa bukan solusi terbaik

mengatasi permasalahan sampah khususnya di perkotaan.

“Biaya investasi PLTSa sangat besar, Rp 3 Triliun per unit.  Dan subsidi yang akan ditanggung pemerintah juga tidak kalah besar Rp 303 miliar per unit dalam satu tahun. Dalam 30 Tahun, subsidi Rp 300 Triliun untuk 33 PLTSa. Karena itu, BPI Danantara sebaiknya menghentikan tender PLTSa tersebut,” ujar Mikler Gultom.

Menurut Mikler, sebelum PLTSa digaungkan, sudah ada dan berjalan baik pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif Refuse Derived Fuel (RDF) di beberapa daerah.

Dengan biaya pembangunan yang lebih murah, hanya membutuhkan Rp. 900 Miliar dengan kemampuan mengolah sampah 1.000 ton per hari. RDF yang dihasilkan menjadi sumber pendapatan Negara/daerah.

RDF dijual ke pabrik semen sebagai pengganti batu bara.  Nilainya bisa mencapai Rp 83 triliun, dari 33 RDF Plant selama kurun waktu 30 tahun.

Beberapa RDF yang telah diresmikan oleh para pejabat tinggi Negara. Antara lain Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, pada 31/7/2025, meresmikan Fasilitas Sampah Terpadu RFD di Kabupaten Sukabumi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan meresmikan Fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Cilacap pada (21/7/2020), yang juga dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri ESDM, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Bupati Cilacap, Bupati Banyumas, Dirjen PSLB3 KLHK, Dirjen Cipta Karya PUPR, Deputi BPPT, Dirut PT. Solusi Bangun Indonesia, Dirut PT. Pertamina.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, juga sudah sukses membangun RDF Plant di Bantar Gebang dan di Rorotan. Bantar Gebang menghasilkan RDF 875 ton per hari. RDF Plant yang diresmikan oleh PJ Gubernur DKI Jakara Heru Budi tersebut, melakukan pengiriman perdana ke Indocement pada 27/06/2023. Harga RDF yang disepakati Rp360.000 per ton.

Pemerintah Kabupaten Sumenep pada 6 November 2025, melakukan penanta tanganan kerjasama pemanfaat sampah perkotaan dengan PT Solusi Bangun Indonesa Tbk, anak usaha PTSemen Indonesia (Persero) Tbk. Sekaligus melakukan pengiriman RDF perdana dari Kabupaten Sumenep ke PT Solusi Bangun Indonesia di Tuban, Jawa Timur.

Seharusnya BPI Danantara, melihat keberhasilan berbagai pembangunan RDF tersebut. Juga mempertimbangkan biaya pembangunan RDF yang jauh lebih murah dibanding PLTSa. Serta

RDF yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Tidak mempertimbangkan barang yang

lebih ekonomis, dan menjadi sumber penghasilan, patut dicurigai dan berpotensi koruptif.

“Sekali lagi, BPI Danantara harus membatalkan proyek PLTSa tersebut. Uang rakyat harus diselamatkan,” ujar Mikler tegas. (Tom)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *